Penyakit menular seksual

  • AIDS
    AIDS (Acguired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini dicirikan dengan timbulnya berbagai penyakit infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus yang bersifat oportunistik atau keganasan seperti sarkoma kaposi dan limfoma primer di otak. Dengan ditegakkannya penyakit-penyakit tersebut, meskipun hasil pemeriksaan laboratorium untuk infeksi HIV belum dilakukan atau tidak dapat diambil kesimpulan, maka diagnosis AIDS telah dapat ditegakkan.HIV merupakan retrovirus penyebab penyakit defisiensi imun ini.
    HIV ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983. Sampai Juli 1993 telah dilaporkan sekitar 718.894 kasus AIDS dari 182 negara di dunia ke Badan Kesehatan Dunia (WHO). Sedangkan WHO memperkirakan sekitar 2,5 juta kasus AIDS dan l4 juta HIV positif dengan perincian: Amerika Utara 1 juta; Amerika Latin l,5 juta; Eropa Barat 0,5 juta; Eropa Timur dan Asia Tengah 50.000; Afrika Utara dan Timur Tengah 75.000; Afrika Sub Sahara 8 juta; Asia Timur dan Pasifik 25.000; Asia Selatan dan Tenggara 1,5 juta; dan Australia 25.000. Diperkirakan pada tahun 2000 akan terdapat 40 juta HIV positif di seluruh dunia, termasuk 10 juta wanita dan anak-anak. Di Indonesia kasus ASS pertama kali ditemulnn pada tanggal 5 April 1987 di Bali pada seorang wisatawan Belanda. Menurut Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS (+) per Januari 2000 adalah 1080 kasus yang terdiri dari 794 kasus HIV (+) dan 286 kasus AIDS. HIV masuk tubuh manusia terutama melalui darah, semen dan sekret vagina, serta transmisi dari ibu ke anak. Tiga cara penularan HIV adalah sbb:

  1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, maupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% total kasus sedunia

  2. Kontak langsung dengan darah, produk darah, atau jarum suntik. Transfusi darah/produk darah yang tercemar mempunyai risiko sampai > 90%, ditemukan 3-5% total kasus sedunia. Pemakaian jarum suntik tidak steril atau pemakaian bersama jarum suntik dan spuitnya pada pecandu narkotik berisiko 0,5-1%, ditemukan 5-10% total kasus sedunia. Penularan melalui kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan mempunyai risiko 0,5% dan mencakup < 0,1 % total kasus sedunia.

  3. Transmisi secara vertikal dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya melalui plasenta. Risiko penularan dengan cara ini 25-40% dan terdapat < 0,1% total kasus sedunia. Setelah masuk tubuh, virus menuju ke kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut seperti flu (serupa infeksi mononukleosis) disertai viremia hebat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respons imun humoral maupun selular. Sindrom ini akan hilang sendiri setelah 1-3 minggu. Kadar virus yang tinggi dalam darah dapat diturunkan oleh sistem imun tubuh. Proses ini berlangsung berminggu-minggu sampai terjadi keseimbangan antara pembentukan virus baru dan upaya eliminasi oleh respons imun. Titik keseimbangan yang disebut set point ini penting karena menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Bila tinggi, perjalanan penyakit menuju AIDS akan berlangsung lebih cepat.

    Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, tetapi pernah juga dilaporkan sampai 8 bulan. Kemudian pasien akan memasuki masa tanpa gejala. Dalam masa ini terjadi penurunan bertahap jumlah CD4 (jumlah normal 800-1.000/mm3) yang terjadi setelah replikasi persisten HIV dengan kadar RNA virus relatif konstan. CD4 adalah reseptor pada limfosit T4 yang menjadi target sel utama HIV. Pada awalnya penurunan jumlah CD4 sekitar 30-60/mm3/tahun, tapi pada 2 tahun terakhir penurunan jumlah menjadi 50-100/mm3/tahun sehingga bila tanpa pengobatan rata-rata masa infeksi HIV sampai menjadi AIDS adalah 8-10 tahun, di mana jumlah CD4 akan mencapai kurang dari 200/mm3.

    Kondisi yang ditetapkan sebagai AIDS (CDC, 1993 revisi):
    1. Keganasan:
    o Sarkoma Kaposi
    o Limfoma Burkitt
    o Limfoma imunoblastik
    o Limfoma primer pada otak
    o Kanker leher rahim invasif
    o Ensefalopati yang berhubungan dengan infeksi HIV
    o Sindrom kelelahan karena infeksi HIV
    o Penurunan imunitas yang hebat (CD4 < 200/mm3)

    2. Infeksi oportunistik:
    o Kandidosis pada bronkus, trakea, atau paru
    o Kandidosis pada esofagus
    o Koksidiodomikosis diseminata atau ekstrapulmoner
    o Kriptokokosis ekstrapulmoner
    o Kriptosporidiosis pada usus bersifat kronis (lebih dari 1 bulan)
    o Infeksi Cytomegalovirus (selain herpes, limpa, atau kelenjar limfe)Cytomegalovirus retinitis (disertai kehilangan visus)
    Herpes simpleks (ulkus kronis lebih dari 1 bulan, bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis)
    o Histoplasmosis (diseminata atau ekstrapulmoner)
    o Isosporiasis pada usus bersifat kronis (lebih dari 1 bulan)
    Mycobacterium avium complex atau M. kansasii diseminata atau ekstrapulmoner
    Mycobacterium (spesies lain atau tid’ak dapat ditentukan) diseminata atau ekstrapulmoner
    Mycobacterium tuberculosis (pada paru atau ekstrapulmoner)
    Pneumocystis carinii pneumonia

o Pneumonia rekurens
o Leukoensefalopati multifokal progresif

o Sahnonella septikemia rekurens

o Toksoplasmosis pada otak

  • Limfogranuloma venereum
    Limfogranuloma venereum (LGV) adalah penyakit menular seksual yang mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe, terutama pada daerah genital, inguinal, anus, dan rektum.Disebabkan oleh bakteri Chlamydia trachomatis. LGV adalah penyakit sistemik yang primer menyerang sistem limfatik, manifestasi klinis dapat akut, subakut, atau kronik, dengan komplikasi pada stadium lanjut. Stadium dini terdiri dari lesi primer genital dan sindrom genital. Stadium lanjut dapat berupa sindrom ano-rektal dan elefantiasis genital (esthiomene).

  • Lesi primer genital
    Setelah masa inkubasi antara 3-20 hari, akan terjadi lesi primer di genital yang bersifat tidak sakit, tidak khas, dan cepat hilang. Lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papul-papul gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagai uretritis nonspesifik. Pada pria sering berlokasi di sulkus koronarius, frenulum, preputium, penis, uretra, dan skrotum. Pada wanita lebih sering terjadi pada dinding posterior vagina, portio, bagian posterior serviks, dan vulva. Lesi primer pada pria sering disertai oleh limfangitis pada bagian dorsal penis dan membentuk nodul limfangial yang lunak atau abses kecil.

  • Sindrom inguinal
    Biasanya beberapa hari sampai minggu setelah lesi primer menghilang. Pada 2/3 kasus terjadi limfadenitis inguinal yang unilateral. Gejala sistemik seperti demam, menggigil, anoreksia, nausea, sakit kepala, sering menyertai sindrom ini. Pada pemeriksaan klinis didapatkan:

  • kelenjar inguinal membesar, nyeri, dan teraba padat, kemudian berkembang menjadi peradangan sekitar kelenjar atau perilimfadenitis.

  • perlekatan antar kelenjar sehingga terbentuk paket, juga perlekatan kelenjar dengan kulit di atasnya, kulit tampak merah kebiruan, panas, dan nyeri.

  • perlunakan kelenjar yang tidak serentak ditandai dengan fluktuasi pada 75% kasus, dan terbentuk abses multipel.

  • abses pecah menjadi sinus dan fistel multipel pada 1/3 kasus, sedangkan yang lain mengalami involusi secara perlahan dan membentuk massa padat kenyal di daerah inguinal.

    Beberapa bentuk spesifik yang dapat terjadi seperti pembesaran kelenjar di atas dan bawah ligamentum inguinal Pouparti sehingga tercentuk celah yang disebut sign of groove (Greenblatt’s sign). Terjadinya pembesaran kelenjar femoralis, inguinalis superfisial, dan profundus menyebabkan bentuk seperti tangga sehingga disebut ettage bubo. Pada penyembuhan fistel akan terbentuk parut yang khas di daerah inguinal.

    Sindrom anorektal
    Terutama pada wanita akibat penyebaran langsung dari lesi primer di vagina ke kelenjar limfe perirektal. Gejala awal adalah perdarahan anus yang diikuti oleh duh anal purulen disertai febris, nyeri saat defekasi, sakit perutbawah, konstipasi, dan diare. Bila tidak diobati dapat terjadi proktokolitis berat yang gejalanya mirip kolitis ulserosa dengan tanda-tanda fistel anal,abses perirektal, dan abses rektovaginal/rektovesikal. Pada pria, gejala proktitis menunjukkan kebiasaan homoseksual.

    Sindrom genital
    Dapat berupa edema vulva sepanjang klitoris sampai ke anus (elefantiasis labia) sebagai akibat peradangan kronis sehingga terjadi kerusakan saluran dan kelenjar limfe dan timbulnya edema limfe di daerah vulva. Pada permukaan elefantiasis dapat terjadi tumor polipoid dan verukosa, dan karena tekanan paha dapat berbentuk pipih (disebut Buchblatt condyloma). Dapat pula terjadi fistel akibat ulserasi yang destruktif dan pecah ke dalam vagina atau vesika urinaria. Pria dapat terjadi proses yang sama, namun jarang dijumpai. Manifetasi klinis berupa elefantiasis skrotum. Bila kerusakan saluran dan kelenjar limfe cukup luas dapat terjadi elefantiasis pada satu atau kedua tungkai.

  • Ulkus mole
    Ulkus mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat, disebabkan oleh Haemophilus ducreyi dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus yang multipel, nyeri, pada tempat inokulasi, dan sering disertai pemanahan kelenjar getah bening regional. Disebut juga soft chancre, chancroid, soft sore. Basil H. ducreyi merupakan basil negatif Gram. Karena lesi terbuka di daerah genital sering tertutup oleh infeksi sekunder, basil H. ducreyi lebih mudah dicari bila bahan pemeriksaan berupa nanah diambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini sukar dibiak. Tempat masuk kuman adalah daerah yang sering atau mudah mengalami abrasi, erosi, atau ekskoriasi, yang disebabkan oleh trauma, infeksi lain, atau iritasi yang berhubungan dengan kurangnya higiene perorangan. Pada lesi, organisme terdapat dalam makrofag dan netrofil atau bebas berkelompok (mengumpul) dalam jaringan intertisial.

    Belum pernah dilaporkan bahwa penyakit ini dapat menular ke bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chancroid aktif pada waktu in partu. Masa inkubasi berkisar antara 1-14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari. Lesi kebanyakan multipel, biasanya pada daerah genital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat inokulasi, cepat pecah menjadi ulkus. Ulkus kecil, multipel, sangat nyeri (terutama bila terkena pakaian atau urin) tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir tidak rata, sering bergaung dan dikelilingi halo yang eritematosa. Ulkus sering tertutup jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah, dan pada perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi pada pria ialah permukaan mukosa preputium, sulkus koronarius, frenulum penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi di dalam uretra, skrotum, perineum, atau anus.

    Pada wanita sering mengenai labia, klitoris, fouchette, vestibuli, anus, dan serviks. Gambaran ulkus mole pada wanita bervariasi. Ulkus tidak senyeri pada pria dan keluhan dapat berupa disuria, nyeri waktu defekasi, dispaurenia, atau duh tubuh vagina. Lesi ekstragenital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilikus dan konjungtiva.

  • Sifilis
    Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema pallidum dengan perjalanan penyakit yang kronis, adanya remisi dan eksaserbasi, dapat menyerang sennua organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak dan susunan saraf, serta dapat terjadi sifilis kongenital. Disebut juga Ma1 de Naples, morbus gallicus, lues venerea (Prat), disease of the isle of Espanole(Dias), Spanish of French disease, Italian or Neopolitan disease, raja singa, dll. Ditularkan oleh bakteri Treponema pallidum yang termasuk ordo Spirochaetaeas, familiTreponematoceae.

Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan lesi yang mengandung treponema. Treponema dapat masuk (porte d’entree) melalui selaput lendir yang utuh atau kulit dengan lesi, kemudian masuk ke peredaran darah dan semua organ dalam tubuh. Infeksi bersifat sistemik dan manifestasinya akan tampak kemudian. Perkembangan penyakit sifilis berlangsung dari satu stadium ke stadium berikutnya. Sepuluh sampai 90 hari (umumnya 34 minggu) setelah terjadi infeksi, pada tempat masuk T. pallidum timbul lesi primer yang bertahan 1-5 minggu dan kemudian hilang sendiri. Kurang lebih 6 minggu (2 – 6 minggu) setelah lesi primer terdapat kelainan kulit dan selaput lendir yang pada permulaan menyeluruh, kemudian mengadakan konfluensi dan berbentuk khas. Kadang-kadang kelainan kulit hanya sedikit atau sepintas lalu. Klasifikasi Pembagian menurut WHO ialah sifilis dini dan lanjut dengan waktu di antaranya 2 tahun, ada yang mengatakan 4 tahun. Sifilis dini dapat menularkan penyakit karena terdapat T. pallidum pada lesi kulitnya, sedangkan sifilis lanjut tidak menular karena T. pallidum tidak ada. Pada ibu yang hamil, T. pallidum dapat masuk ke tubuh janin.

Pembagian sifilis secara klinis ialah sifilis kongenital dan sifilis didapat, atau dapat pula digolongkan berdasarkan stadium I, II, III sesuai dengan gejala-gejalanya, sifilis kardiovaskular, dan sifilis pada otak dan saraf. Sifilis laten ialah keadaan yang secara klinis tidak ada tanda/gejala kecuali tes serologik yang positif dan meyakinkan. Sifilis laten ada yang dini ialah pada sifilis stadium I dan II dan eksaserbasi. Laten lanjut adalah masa antara stadium II dan stadium III dan antara stadium III dan IV. Syphillis d’emblee merupakan keadaan jika T. pallidum langsung melalui darah masuk ke tubuh calon pasien, misalnya pada transfusi darah dan sifilis bawaan.

  • Sifilis Stadium I
    Tiga minggu (10-90 hari) setelah infeksi, timbul lesi pada tempat T. pallidum masuk. Lesi umumnya hanya satu. Terjadi afek primer berupa papul yang erosif, berukuran beberapa milimeter sampai 1-2 cm, berbentuk bulat atau bulat lonjong, dasarnya bersih, merah, kulit di sekitarnya tidak ada tanda-tanda radang, dan bila diraba ada pengerasan (indurasi) yang merupakan satu lapisan seperti sebuah kancing di bawah kain atau sehelai karton yang tipis. Kelainan ini tidak nyeri (indolen).
    Gejala tersebut sangat khas bagi sifilis stadium I afek primer. Erosi dapat berubah menjadi ulkus berdinding tegak lurus, sedangkan sifat lainnya seperti pada afek primer. Keadaan ini disebut ulkus durum, yang dapat menjadi fagedenik bila ulkusnya meluas ke samping dan ke dalam. Kadang-kadang hanya terdapat edema induratif pada pintu masuk 
    T. pallidum, yang tersering pada labia mayora. Sekitar 3 minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial. Kelenjar tersebut membesar, padat, kenyal pada perabaan, tidak nyeri, soliter, dan dapat digerakkan bebas dari sekitarnya. Keadaan ini disebut sebagai sifilis stadium I kompleks primer. Lesi umumnya terdapat pada alat kelamin, dapat juga ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari, dan anus, misalnya pada penularan ekstrakoital. Tanpa pengobatan, lesi dapat hilang spontan dalam 4-6 minggu, cepat atau lambat bergantung pada kecil-besarnya lesi. Hasil pemeriksaan TSS pada sifilis stadium I dapat seronegatif atau seropositif. Seronegatif umumnya terdapat bilamana kompleks primer belum terjadi.

    Dua hal yang sangat penting pada masa sifilis stadium I adalah:
    *Bila pasien sudah mendapat pengobatan berupa apapun secara lokal atau sistemik yang spesifik, T. pallidum akan menghilang pada tempat lesi, sehingga pasien diduga tidak menderita sifilis. Secara akademik harus dicariT. pallidum tiga kali (3 hari berturut-turut).
    * Anamnesis yang cermat karena umumnya pada tiap lesi pada alat kelamin, meskipun bukan sifilis, bila diberi pengobatan lokal dapat terjadi indurasi palsu (pseudoindurasi).

  • Sifilis Stadium II
    Pada umumnya bila gejala sifilis stadium II muncul, sifilis stadium I sudah sembuh. Waktu antara sifilis stadium I dan II umumnya 6-8 minggu. Kadang-kadang. terjadi masa transisi, yakni sifilis stadium I masih ada saat timbul gejala sifilis stadium II. Sifat yang khas pada sifilis ialah jarang ada rasa gatal. Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, demam subfebril, anoreksia, nyeri pada tulang, dan nyeri leher biasanya mendahului, kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit. Kelainan kulit yang timbul berupa makula, papul, pustul, dan rupia. Tidak terdapat vesikel dan bula. Sifilis stadium II disebut sebagai the greatest immitator of all skin diseases. Selain kelainan kulit, pada stadium ini terdapat kelainan selaput lendir dan limfadenitis yang generalisata. Diagnosis sifilis stadium II biasanya ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan serologik yang reaktif dan pemeriksaan lapangan gelap positif.

     

  • Sifilis Stadium III
    Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran miliar sampai berdiameter beberapa sentimeter. Guma dapat timbul pada semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral dikelilingi jaringan granulasi dan pada bagian luarnya terdapat jaringan fibrosa, sifatnya destruktif. Guma mengalami supurasi dan memecah serta meninggalkan suatu ulkus dengan dinding curam dan dalam, dasarnya terdapatjaringan nekrotik berwarna kuning putih. Sifilis stadium ini dapat merusak semua jaringan, tulang rawan padahidung dan palatum. Guma juga dapat ditemukan di organ dalam, yakni lambung, hepar, lien, paru, testis, dll. Kelainan lain berapa nodus di bawah kulit, ukuran miliar sampai lentikular, merah, dan tidak nyeri tekan. Permukaan nodus dapat berskuama sehingga menyerupai psoriasis, tetapi tanda Auspitz negatif.

     

  • Sifilis Kongenital
    T. pallidum dapat melalui plasenta dan masuk ke peredaran darah janin. Oleh karena masuk ke peredaran darah; pada sifilis kongenital tidak terdapat sifilis stadium I. Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini, lanjut, dan stigmata. Sifilis kongenital dini dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah bayi dilahirkan. Kelainan berupa vesikel dan bula yang setelah memecah membentuk erosi yang ditutupi krusta. Kelainan ini sering terdapat di telapak tangan dan kaki, dan disebut pemfigus sifilitika. Bila kelainan muncul beberapa bulan setelah bayi dilahirkan, kelainan berupa papul dengan skuama yang menyerupai sifilis stadium II. Kelainan pada selaput lendir berupa sekret hidung yang sering bercampur darah. Kelainan pada tulang, terutama tulang panjang, berupa osteokondritis yang khas pada foto Rontgen. Bisa terdapat splenomegali dan pneumonia alba. Sifilis kongenital lanjut terdapat pada usia lebih dari 2 tahun. Manifestasi klinis baru ditem