Diare Akut

 

Definisi
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.

 
Etiologi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit maupun virus. Penyebab lain yang dapat menimbulkan diare akut adalah toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi, impaksi fekal (overflow diarrhea), atau berbagai kondisi lain. Dalam penelitian di RS Persahabatan, Jakarta Timur (1993-1994) terhadap 123 pasien dewasa yang dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi dengan E. coli (38,29%), V. cholerae Ogawa (18,29%) dan Aeromonas sp. (14,29%) sebagai tiga penyebab terbanyak.

 
DIARE
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.

 
Patogenesis
Diare akibat infeksi ditularkan secara fekal oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi tinja ditambah dengan ekskresi yang buruk, makanan yang tidak matang, bahkan yang disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aeorosolisasi (Norwalk, Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium difficile), atau melalui aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, yaitu faktor daya tahan atau lingkungan lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, juga mencakup lingkungan mikroflora usus. Faktor penyebab yang mempengaruhi patogenesis antara lain daya penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat kuman. Kuman tersebut membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
 


Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri terbagi dua, yaitu
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik AMP di dalam sel, menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion karbonat, kation natrium, dan kalium. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholerae, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C. perfringers, S. aureus, dan vibrio-nonaglutinabel. Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan meninggalkan dubur secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini disebut diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasive E. coli (EIEC), S. paratyphi B, S. typhimurium, S. enteriditis, S. choleraesuis, Shigela, Yersinia, dan C. perfringens tipe C. 

Penyebab diare lainnya, seperti parasit, menyebabkan kerusakan berupa ulkus besar (E. histolytica), kerusakan vili yang penting untuk penyerapan air, elektrolit, dan zat makanan (G. lambdia). Patofisiologi kandida menyebabkan diare belum jelas, mungkin karena superinfeksi dengan jasad renik lain dan keadaan seperti diabetes melitus. Mekanisme yang virus masih belum jelas. Kemungkinan dengan merusak sel epitel mukosa walaupun hanya superfisial sehingga mengganggu absorbsi air, dan elektrolit. Sebaliknya sel-sel kripti akan berproliferasi dan menyebabkan bertambahnya sekresi cairan ke dalam lumen usus. Selain itu, terjadi pula kerusakan enzim-enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi laktosa, yang akhirnya memperlama diare. Berbeda dengan kolera, Retovirus tidak meningkatkan aktivitas adenilsiklase.

 
Manifestasi Klinis
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, demam, dan diare. Terjadinya renjatan hipovolemik harus dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan biokimiawi seperti asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi pernapasan lebih cepat dan dalam (pernapasan Kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (lebih dari 120 kali/menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria, sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa nekrosis tubular akut.
Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan. Pertama, koleriform, dengan diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua, disentriform, pada diare didapatkan lendir kental dan kadang-kadang darah.

 
Diagnosis
1. Anamnesis

o Siapa yang terkena diare?
o Dimana terjadinya kontak dengan mikroorganisme?
o Adakah orang lain di sekitar yang terkena?
o Apa yang dimakan atau diminum sebelum terkena diare?

2. Pemeriksaan fisik
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemungkinan ditemukan muntah, nausea, demam, dan nyeri perut. Pada infeksi bakteri invasif akan ditemukan nyeri perut yang hebat, demam yang tinggi, dapat ditemukan tanda perforasi yang membutuhkan pembedahan.

3. Pemeriksaan penunjang

  • Pemeriksaan darah tepi lengkap.

  • Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma.

  • Pemeriksaan urin lengkap.

  • Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur.

  • Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik.

  • Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat dianjurkan.

 
Penatalaksanaan
Pada orang dewasa, penatalaksanaan diare akut akibat infeksi terdiri atas:

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu diperhatikan adalah:

  1. Jenis cairan

Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit. Diberikan cairan Ringer laktat, bila tak tersedia dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul bikarbonat 7,5% 50 ml.

  1. Jumlah cairan

Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang dikeluarkan. Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara.

Metoda Pierce yang berdasarkan keadaan klinis:

Derajat Dehidrasi Kebutuhan cairan (X kg BB)

Ringan 5%
Sedang 8%
Berat 10%

Metods Daldiyono, berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
Klinis Skor

Rasa haus/muntah 1

Tekanan data sistolik 60-90 mmHg 1
Tekanan data sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi nadi > 120 x/menit 1
Kesadaran apatis 1
Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
Frekuensi napas > 30 x/menit 1
Fasies kolerika 2
Vox cholerica 2
Turgor kulit menurun 1
Washer woman’s hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
Umur 50-60 tahun -1
Umur > 60 tahun -2 

Kebutuhan cairan:

Skor x 10% x kg BB x 1 liter

15

  1. Jalan masuk atau cara pemberian cairan

Rute pemberian cairan pada orang dewasa dapat dipilih oral atau iv

  1. Jadwal pemberian cairan

Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan berdasarkan metode Daldiyono diberikan pada 2 jam pertama. Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.

2. Identifikasi penyebab diare akut karena infeksi
Secara klinis, tentukan jenis diare koleriform atau disentriform. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang yang terarah.

3. Terapi simtomatik
Obat antidiare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas pertimbangan yang rasional. Antimotilitas dan sekresi usus seperti loperamid, sebabnya jangan dipakai pada infeksi salmonela, shigela, dan kolitis pseudomembran, karena akan memperburuk diare yang diakibatkan bakteri enteroinvasif akibat perpanjangan waktu kontak antara bakteri dengan epitel usus. Bila pasien amat kesakitan, maka dapat diberikan obat antimotilitas dan sekresi usus di atas dalam jangka pendek selama 1-2 hari saja dengan 3-4 tablet/hari, serta memperhatikan ada tidaknya glaukoma danhipertrofi prostat. Pemberian antiemetik pada anak dan remaja, seperti metoklopropamid, dapat menimbulkan kejang akibat rangsangan ekstrapiramidal.

4. Terapi definitif
Pemberian edukasi yang jelas sangat penting sebagai langkah pencegahan. Higiene perorangan, sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain terapi farmakologi.