Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak

Definisi
Gangguan pendengaran pada bayi dan anak kadang disertai keterbelakangan mental, gangguan emosional, maupun afasia perkembangan. Dibedakan atas tuli sebagian atau tuli total, umumnya lebih dahulu diketahui sebagai keterlambatan bicara.

Etiologi
1. Masa prenatal

a. Genetik herediter
b. Nongenetik, seperti gangguan pada masa kehamilan (infeksi bakteri atau virus: TORCHS, campak, parotis), kelainan struktur anatomik (misalnya akibat obat-obat ototoksik, atresia liang telinga, aplasia koklea), dan kekurangan zat gizi.

2. Masa perinatal

Prematuritas, berat badan lahir rendah (< 2.500 gram), tindakan dengan alat pada proses kelahiran (ekstraksi vaktum, forsep), hiperbilirubinemia (> 20 mg/ 100 ml), asfiksia, dan anoksia otak merupakan faktor risiko terjadinya ketulian.

3. Masa postnatal

Adanya infeksi bakterial/viral seperti rubela, campak, parotis, infeksi otak, perdarahan pada telinga tengah, dan trauma temporal dapat menyebabkan tuli saraf atau tuli konduktif.

Ketulian yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal biasanya adalah tuli saraf dengan derajat ketulian berat atau sangat berat dan bilateral. Deteksi dini relatif sulit karena membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Skrining sebaiknya diprioritaskan pada anak-­anak dengan risiko tinggi. Joint Committee on Infant Hearing (1990) menetapkan pedoman risiko tinggi ketulian sebagai berikut :

1. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran bawaan
2. Riwayat infeksi prenatal (TORCHS)
3. Kelainan anatomi telinga
4. Lahir prematur (< 37 minggu)
5. Berat badan rendah (< 1.500 gram)
6. Persalinan dengan tindakan
7. Hiperbilirubinemia (20 mg/dl atau lebih tinggi)
8. Asfiksia berat, nilai Apgar rendah (0-3).

Bayi dengan 3 macam faktor risiko di atas memiliki kecenderungan menderita ketulian 63 kali lebih besar daripada bayi normal.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan pada usia sedini mungkin. Seorang anak harus diperiksa fungsi pendengarannya pada masa prasekolah agar dapat diketahui sebelum bersekolah. Secara normal seorang bayi telah siap berkomunikasi efektif pada usia 18 bulan, ini menjadi masa kritis untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Dalam proses belajar bicara, masa paling penting adalah antara 2-3 tahun.

Pemeriksaan Penunjang
Terdapat berbagai jenis pemeriksaan, seperti free field test (menilai kemampuan anak dalam memberikan respons terhadap sumber bunyi tersebut), behavioral observation (0-6 bulan), conditioned test (2-4 tahun), audiometri nada murni (anak > 4 tahun yang kooperatif), dan BERA. Pemeriksaan BERA dapat memberikan informasi yang obyektif mengenai fungsi pendengaran bayi yang baru lahir.

Penatalaksanaan
Habilitasi harus dilakukan sedini mungkin. Anak dengan tuli saraf berat harus segera mulai memakai alat bantu dengar. Dilakukan pula penilaian tingkat kecerdasan oleh psikolog anak untuk dirujuk dalam pendidikannya.

Pemasangan implan koklea dilakukan pada keadaan tuli saraf berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak mendapat manfaat dengan alat bantu dengar konvensional. Untuk anak dengan tuli saraf berat sejak lahir implan sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun. Pascabedah dilakukan program rehabilitasi berupa latihan mendengar, terapi wicara, dan lain-lain selama kurang lebih 6 bulan. Juga dilakukan evaluasi pascabedah. Perangkat elektronik tersebut harus diperiksa dan dikalibrasi berkala (mapping) setiap 6 bulan untuk anak < 6 tahun dan setiap 12 bulan untuk anak yang berusia > 6 tahun.