Diare Kronik



Definisi

Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan, yaitu diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu.

 
Etiologi
Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya diketahui.

 
Patofisiologi
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya. Gangguan proses mekanik dan enzirnatik, disertai gangguan mukosa, akan mempengaruhi pertukaran air dan elektrolit sehingga mempengaruhi konsistensi feses yang terbentuk. Peristaltik saluran cerna yang teratur akan mengakibatkan proses cerna secara enzimatik berjalan baik. Sedangkan peningkatan motilitas berakibat terganggunya proses cerna secara enzimatik, yang akan mempengaruhi pola defekasi.

 Diare kronik dibagi tiga, yaitu:


1. Diare osmotik
Dijelaskan dengan adanya faktor malabsorpsi akibat adanya gangguan absorpsi karbohidrat, lemak, atau protein, dan tersering adalah malabsorpsi lemak. Feses berbentuk steatore.

2. Diare sekretorik
Terdapat gangguan transpor akibat adanya perbedaan osmotik intralumen dengan mukosa yang besar sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus dalam jumlah besar. Feses akan seperti air. Diare sekresi terbagi dua berdasarkan pengaruh puasa terhadap diare. Pertama, diare sekresi yang dipengaruhi keadaan puasa berhubungan dengan proses intralumen dan diakibatkan oleh:
o Bahan-bahan yang tidak dapat diabsorpsi (seperti obat-obatan dengan unsur magnesium tinggi, contohnya antasid, multivitamin dan mineral, serta obat-obat yang bersifat laksatif).
o Malabsorpsi karbohidrat. Proses metabolisme karbohidrat oleh bakteri usus akan menghasilkan gas H2 dan CO2 sehingga timbul kembung dan flatus berlebihan serta nyeri perut dalam bentuk kram.
o Defisiensi laktosa yang mengakibatkan intoleransi laktosa.
Diare sekresi yang dipengaruhi keadaan puasa sering dijumpai pada sindrom kolon iritatif, yang gejala klinisnya adalah diare tanpa nyeri, dan banyak disebabkan faktor psikososial, sehingga disebut sebagai diare fungsional. Kedua, diare cair yang tidak dipengaruhi keadaan puasa terdapat pada sindrom karsinoid, VIP (vasoactive intestinal polypeptide) oma, karsinoma tiroid medular, adenoma vilosa, dan diare diabetik. Diare yang disebabkan penyakit tersebut dihubungkan dengan proses hormonal dan neurogen yang berpengaruh terhadap motilitas.

3. Diare inflamasi
Diare dengan kerusakan dan kematian enterosit disertai peradangan. Feses berdarah. Kelompok ini paling sering ditemukan. Terbagi dua yaitu inflamsi nonspesifik dan spesifik. Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn termasuk kelompok inflamasi nonspesifik. Diare dengan perdarahan terutama disebabkan oleh inflamasi spesifik, yaitu 

Penatalaksanaan
A. Simtomatis

1. Rehidrasi
Oralit, cairan infus yaitu Ringer laktat, dekstrosa 5%, dekstrosa dalam salin, dll.
2. Antispasmodik, antikolinergik (antagonis stimulus kolinergik pada reseptor muskarinik)
3. Obat antidiare
a. Obat antimotilitas dan sekresi usus
o Loperamid (Imodium®): 4 mg peroral (dosis awal), lalu tiap tinja cair diberikan 2 mg, dengan dosis maksimal 16 mg/hari
o Difenoksilat (Lomotil®): 4 x 5 mg (2 tablet)
o Kodein fosfat: 15-60 mg tiap 6 jam
b. Oktreotid (Sandostatin®)
Telah dicoba dengan hasil memuaskan pada diare sekretorik.
c. Obat antidiare yang mengeraskan tinja dan absorpsi zat toksik, yaitu:
o Arang/charcoal aktif (norit): 1-2 tablet, diulang sesuai kebutuhan.
o Campuran kaolin dan morfin (mengandung 700 mikrogram/l0 ml anhydrous morphine).
4. Antiemetik (metoklopropamid, proklorprazin, domperidon).
5. Vitamin dan mineral, tergantung kebutuhan, yaitu:
o Vitamin B12, asam folat, vitamin A, vitamin K.
o Preparat besi, zinc, dan lain-lain.
6. Obat ekstrak enzim pankreas.
7. Aluminium hidroksida, memiliki efek konstipasi dan mengikat asam empedu.
8. Fenotiazin dan asam nikotinat, menghambat sekresi anion usus. 

B. Kausal
Pengobatan kausal diberikan pada infeksi maupun noninfeksi. Pada diare kronik dengan penyebab infeksi, obat diberikan berdasarkan etiologinya.